Hukum Wudhu’, Mandi Junub, Istinja’ (Cebok) Dengan Air Zamzam. Memindahkan Air Zamzam Keluar Negeri

Senin, 03 Desember 2012

Hukum Wudhu’ Dan Mandi Junub Dengan Air Zamzam Madzhab (pendapat) dari kebanyakan ulama menyebutkan bahwasanya tidak dimakruhkan berwudhu’ dan mandi dengan air zamzam. Dalam suatu riwayat dari Imam Ahmad bahwasanya ia memakruhkannya oleh karena telah ada kabar dari al-‘Abbas Radhiyallahu anhu bahwa ia berkata tentang air zamzam, “Aku tidak menghalalkannya bagi siapa yang mandi, ia hanya halal dan boleh untuk orang yang meminumnya [1].” [2] Dan karena ia menghilangkan apa yang menghalangi (seseorang) dari shalat, ia seperti menghilangkan najis dengannya. [3] Dan di antara dalil-dalil jumhur seperti apa yang telah disebutkan oleh an-Nawawi: “Nash-nash yang benar, jelas dan mutlak dalam segala air tanpa ada perbedaan, bahwasanya kaum Muslimin berwudhu’ darinya dengan tanpa diingkari.” Lalu ia berkata: “Tidaklah benar apa yang mereka sebutkan tentang al-‘Abbas Radhiyallahu anhu, namun hal itu hanya yang diriwayatkan dari ‘Abdul Muththalib.”[4] Kalau pun hal itu benar dari al-‘Abbas, tidak boleh meninggalkan nash-nash yang ada karenanya. Maka, para sahabat kami menjawab -orang-orang bermazhab Syafi’i- bahwa hal itu mungkin saja dilakukannya pada waktu kesulitan air oleh sebab banyaknya orang yang minum [5].”[6] Ibnu Qudamah [7] menguatkan ketidakmakruhannya: “Berlebih-lebihan padanya tidak harus membuatnya menjadi makruh untuk dipakai, seperti air yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan telapak tangannya di dalamnya atau mandi darinya.” [8] Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali Radhiyallahu anhu dalam kisah tentang Haji Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau meminta sebuah bejana [9] penuh berisi air zamzam, lalu beliau minum darinya dan berwudhu’.” [10] Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berpendapat makruhnya mandi dengan air zamzam selain wudhu’, karena hadats janabah adalah lebih berat, maka mandi janabah termasuk menghilangkan hadats besar dari satu sisi, maka wajib mandi dari janabah seperti wajibnya mandi dari najis dan oleh karena itu larangan dari al-‘Abbas Radhiyallahu anhu hanya untuk mandi tidak untuk wudhu’. [11] Hukum Istinja’ (Cebok) Dengan Air Zamzam Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum istinja’ dengan air zamzam terbagi kepada tiga pendapat. Pertama, hal itu diharamkan walaupun ia telah suci dengannya oleh karena kehormatan air zamzam dan kemuliaannya, sebagian lain beralasan bahwa ia termasuk dari makanan pokok seperti halnya makanan, maka ia pun ikut menjadi haram karena dimakan atau diminum. Pendapat kedua adalah makruh dan yang ketiga adalah berlawanan dengan yang pertama, [12] dan tidak boleh menghilangkan najis dengannya apalagi istinja’, khususnya bila yang lainnya ada. [13] Dan hal-hal yang juga dilarang bersuci dengan air zamzam adalah dilarang memandikan mayat dengannya seperti yang diisyaratkan kepadanya oleh sebagian ulama. [14] Al-fakihi, [15] menyebutkan -ia merupakan ulama abad ketiga- bahwa penduduk Makkah memandikan mayat mereka dengan air zamzam, apabila mereka telah selesai memandikan mayat dan membersihkannya, mereka menjadikan akhir dari mandinya dengan maksud bertabarruk dengannya.” [16] Hukum Memindahkan Air Zamzam Keluar Negeri Haram Dibolehkan memindahkan air zamzam ke seluruh negeri dengan maksud bertabarruk dengannya, hal ini merupakan kesepakatan para ulama. [17] Dalil bolehnya hal tersebut adalah apa yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma bahwasanya ia membawa air zamzam dan mengabarkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membawanya. [18] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang membawa sesuatu dari air zamzam, maka hal itu adalah boleh dan sungguh para Salaf pun membawanya.” [19] Al-Imam az-Zarkasyi berkata: “Dibolehkan membawa air zamzam atau lainnya dari air-air di negeri Haram dan memindah-kannya menuju seluruh negeri karena air akan terganti (mengalir lagi), berbeda dengan memindahkan batu dan tanah. [20] Al-Imam as-Sakhawi [21] berkata: “Sering terdengar dari mulut ke mulut bahwasanya keutamaan air zamzam adalah apabila masih pada tempatnya dan apabila telah dipindahkan maka akan hilang, hal ini tidak memiliki dasar sama sekali.” Kemudian ia menyebut-kan beberapa dalil yang menerangkan tentang hal tersebut untuk bertabarruk dengannya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sebagian Sahabat Radhiyallahu anhum. [22] Dengan demikian -berkat taufiq dari Allah Subhanahu wa Ta’ala- berakhirlah pembahasan dalam pasal ini: “Tabarruk dengan Meminum Air Zamzam.”

0 komentar:

Posting Komentar