Kesaksian Bohong: Dosa Besar.!

Senin, 03 Desember 2012

Pertanyaan : Publik negeri ini merasa geram ketika menyaksikan persidangan kasus Nazaruddin yang menghadirkan Angelina Sondakh sebagai saksi. Publik menduga bahwa Angelina Sondakh berbohong dalam kesaksiannya. Sebenarnya bagaimana pandangan Islam tentang kesaksian palsu? Jawaban : Di antara masalah akut di dunia peradilan adalah hilangnya kepercayaan. Termasuk yang kini banyak dibicarakan adalah kepercayaan terhadap para saksi yang dihadirkan di pengadilan, yang di antaranya adalah saksi sekaligus tersangaka. Hilangnya rasa keadailan dalam penegakan hukum serta minimnya ketakwaan menjadi penyebab utama kasus kesaksian palsu di pengadilan, di tambah dengan sistem yang di terapkan saat ini mendorong orang untuk mengahalalkan segala cara. Ancaman hukum penjara tujuh tahun tidak memberikan efek jera seseorang untuk memberikan kesakasian palsu. Toh hukum sekarang bisa dibeli, dipesan atau palingg tidak di tawar-tawar. Inilah lingakaran setan penegakan hukum di alam demokrasi. Dalam Islam kesaksian palsu (syahadah az-zuur) adalah perbuatan haram dan dzalim bahkan termasuk sebesar-besarnya dosa besar (akbarul kabaair). Larangannya tegas disebutkan di dalam al-quran dan as-Sunnah. Di dalam firman-Nya Allah Swt menyandingkan larangan kesaksian palsu dengan larangan menyekutukan-Nya (asy-Syirk). (فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ maka jauhilah olehmu dosa akibat menyembah berhala-berhala dan jauhilah perkataan-perkataan yang dusta. (QS. 22:30) Selain itu Allah Swt menjadikan dosa besar ini sebagai perkara yang menyebabkan pelakunya terjerumus pada kesasatan dan jauh dari hidayah. ( إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ) (غافر: من الآية28) Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (QS. 40:28) Di sisi lain, Allah Swt memuji hambanya yang mukmin dengan menyifati mereka dengan sifat selalu mehindari kesaksian palsu. ( وَالَّذِينَ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ ) (الفرقان من الآية:72) “Dan orang-orang yang memberikan kesaksian palsu” Sementara itu, dalam banyak hadisnya Rasulullah Saw memberikan peringatan keras terhadap praktek kesaksian palsu. Beliau mengelompokkannya pada salah satu dari tiga dosa besar. ” ألا أنبئكم بأكبر الكبائر : الشرك بالله، وعقوق الوالدين، ألا وشهادة الزور”، فما زال يكررها حتى قلنا ليته سكت “Maukah aku kabarkan kepada kalian sebesar-besarnya dosa besar.? Itulah Syirk, durhaka kepada kedua orang tua, dan member kesaksian palsu. Rasulullah Saw terus mengulang ucapanya, hingga kami pun berharap agar beliau berhenti mengulang“(HR. Bukhari). Ayat dan hadis di atas sudah cukup membuat seorang muslim takut ditimpa adzab yang pedih akibat dosa kesaksian palsu. Imam Adzahabiy dalam kitabnya Al-Kabair (dosa besar) menyebutkan bahwa pelaku kesaksian bohong setidaknya telah melakukan empat dosa besar sekaligus. Pertama: berbohong dan mengada-ada atas nama Allah Swt (al-kadzbu wal iftiro). Sementara berbohong adalah perkara yang sangan dilarang. Allah Swt berfirman: إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كّذَّابٌ “Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pembohong” Kedua : mendzalimi orang yang ia persaksiakan (al-masyhud) seperti tersangka, karena dengan kesaksianya itu ia telah menghalalkan harta , kehormatan atau jiwanya. Ketiga : mendzalimi orang yang ia bersaksi untuknya (al-masyhud lah) seperti korban . Sebagai contoh, jika yang menjadi kasus adalah hak terkait harta, maka dengan kesaksiannya itu ia telah memberikan jalan kepada kepada orang yang ia bela untuk mengambil harta haram. Sementara memakan harta orang lain tanpa hak balasannya adalah adzab neraka. Rasulullah Saw. bersabada: من قَضَيْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيهِ شَيْئًا فَلاَ يَأْخُذْ فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ (رواه البخاري) “Orang yang aku menangkan (dengan memberikan harta) dari hak saudaranya, maka janganlah ia mengambilnya, sesungguhnya aku memberikan baginya potongan api neraka” (HR. Bukhori, Muslim dan Abu daud) Hadis ini, sebagaimana penjelasan Imam an-Nawaiy dalam kitabnya Syarhun Nawawiy Ala Muslim, dijadikan dalil oleh Jumhur Ulama baik madzhab Malik, as-Syafiiy dan Ahmad termasuk Ulama kaum muslimin pada genersi sahabat dan tabi’in, bahwa hakim tidak memiliki hak untuk metuskan perkara yang diluar pengetahuannhya. Karenanya, keputusan hakim tidaklah menghalalkan sesuatu yang sesungguhnya haram -Ia hanya menhukumi berdasarkan pengakuan saksi, terlapas kesaksiannya benar atau palsu-. Karena itu, seandainya ada seorang bersaksi di hadapan pengadilan, lalu hakim memutuskan perkara berdasarkan kesaksian itu, maka tidak halal bagi pihak yang dimenangkan untuk mengambil harta tadi -sementara ia mengetahui bahwa kesasiannya palsu- (Syarhun Nawawiy Ala Muslim, juz 6 hal 12). Keempat: menghalalkan apa yang diharamkan Allah Swt. baik harta, darah dan kehormatan. Konsekuensi Atas Praktek Kesaksian Palsu Seorang yang sudah terlanjur memberikan kesaksian palsu, hendaknya ia segera bertaubat kepada allah Swt. atas dosa besar yang ia lakukan, menarik kembali kesaksiannya, meminta maaf terhadap pihak yang ia rugikan atas kedzaliman yang ia lakukan, serta mengganti seluruh kerugian jika keaksiannya terkait harta termasuk diyat. Jika kesaksiannya terkait qishash (hukuman mati) maka terhadapnya diterapkan hukumqishash, karena dengan kaesaksiannya itu ia telah menyebabkan pembunuhan tanpa sebab yang dibenarkan secara syar’iy, kecuali jika keluarga yang terbunuh memaafakan, maka baginya dikenakan diyat. Allah Swt berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ (البقرة: 178) Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) mambayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula) (Qs. Al-Baqarah: 178) Adapun jika kesakasian terkai terkait kehormatan seperti menuduh berzina, maka Islam telah menetapkan hukuman cambuk terhadap pelaku qadzaf (menuduh berzina) bila ia tidak mampu menghadirkan tiga saksia lain atas tuduhannya itu. Allah Swt berfirman: وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mampu mendatangkan empat orang-orang saksi, maka cambuklah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima keksaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur :4). Wallahu a’lam bi ash-showab. (Ade Sudiana)

0 komentar:

Posting Komentar