Ada Apa Dibalik Hubungan Israel -Amerika?

Selasa, 27 November 2012

Di awal tahun baru Qomariyah (Bulan) 1430 Hijriah dan Matahari 2003 Masehi yang lalu, Israel menghajar-bantai semua bangsa Palestina (kembali) tak peduli tua-muda (bahkan bayi) atau tentara-rakyatnya bahkan wartawan dari berbagai penjuru dunia, dan United States of America (USA, Amerika Serikat), United Kingdom of Great Britain (UK, Kerajaan Inggris Britania Raya) serta sekutunya juga sedang mengamininya dengan takzim dan bersuka-cita serta membantunya (kembali). Heran mengapa USA dan UK (dan sekutunya) sangat senang dan kukuh mendukung Israel? Mohon renungkanlah ini: Sejarah Yahudi/Bani Israil Banyak kalangan terpelajar agama Yahudi, Kristen dan bahkan ilmuwan Sekuler yang mengetahui sejarah, sudah mengakui bahwa kitab Taurat yang bangsa Yahudi (Bani Israil) sucikan sekarang, bukanlah salinan Taurat yang diberikan kepada Nabiyullah (Nabi Tuhan) Musa AS (Moses), melainkan adalah sebuah kitab yang dikarang oleh generasi Israel yang hidup ratusan tahun setelah masa kehidupan Rasulullah Musa AS (Moses). Namun Nabiyullah Musa (Moses) AS, memang diketahui pula benar pernah menuliskan Taurat pada loh batu, dan kemudian dimasukkannya ke dalam Tabut (antara lain, setidaknya saja ini juga dimaktubkan dalam Injil Keluaran 24:12, 25:21, 35:12, 34:1-4). Sebab utamanya (selain adanya keterbatasan berbagai teknologi saat itu dan cara-cara, mungkin, menurut saya), adalah perpecahan dalam masyarakat Israel sepeninggal beliau, yang menyebabkan pula terjadi distorsi dalam pelestarian ajaran atau agama Allah SWT yang diturunkan melalui Nabi Musa AS kepada Bani Israil itu. Maka setelah putra dari Nabiyullah Daud AS (David) yaitu Nabiyullah (Nabi Tuhan) Raja Sulaiman AS (nama lainnya, Solomon/Salomo/Schlomo) wafat pada tahun 992 SM, kerajaan atau masyarakat Bani Israil yang terdiri dari 12 suku Bani Israil/Yahudi, terpecah menjadi dua bagian: Bagian Utara bernama Israel, terdiri dari 10 suku Israel, di bawah pimpinan Raja Yerobeam (Injil Raja-raja 13:33, 14:20), dan ibukotanya berpindah-pindah dari Sikhem, Pnuel, Tirza dan akhirnya Samaria (Injil Raja-raja 12:25a, 12:25b, 14:17, 16:24,29). Sedangkan bagian Selatan yang bernama Yehuda, terdiri dari 2 suku Bani Israil, dan rajanya bernama Rehabeam (Injil Raja-raja 14:21-31) dengan ibukota Yerusalem (atau Daarussalaam, dalam Bahasa Arab), yang sekaligus adalah tempat menyimpan tabut berisikan kitab Taurat. Namun raja Israel pecahan bagian Utara, Raja Yerobeam, tidak setuju untuk menjadikan Yerusalem sebagai pusat peribadatan walaupun tabut Musa AS berada di Yerusalem. Maka, Yerobeam memilih kota Betel dan kota Dan sebagai pusat peribadatan baru, serta mendirikan patung anak lembu dari emas, sebagai obyek peribadatan mereka (Injil Raja-raja 12:26-33) dan sebagai lambang dewa kesuburan, yang tentu saja hal ini sekaligus membuat Israel kembali menyembah berhala (Injil Raja-raja 13:34, 15:30,34; Raja-raja 10:29, 13:6, 14:24, 17:22). Penyembahan berhala ini, kemudian membuat kemelut luar-biasa di kalangan rakyat Israil sendiri, dan mencapai puncaknya pada masa Raja Ahab. Nabiyullah Elia pun, tercatat menentang sangat keras penyembahan itu, sedangkan istri raja Ahab, Izebel, secara terang-terangan justru mempopulerkan penyembahan berhala yang bernama Baal. Bahkan di antara unsur dari bentuk peribadatan a la Izebel ini, adalah melakukan persundalan (perzinahan) yang dilakukan di dalam kuil-kuil dewa, dan berbagai bentuk peribadatannya adalah berupa perilaku seksual yang tentunya justru sangat bertentangan dengan hukum Taurat manapun. Seiring dengan waktu, maka wajar pulalah kemudian lama-kelamaan mereka melupakan ajaran-ajaran Taurat. Kemudian, Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT Al Jabbar menakdirkan bahwa Raja Kerajaan/bangsa Asyur/Asyuria (wilayah Syria saat ini) yang bernama Sargon II, dapat telak menghancurkan Israel pada tahun 722 SM, dan mengakibatkan sekitar 27.290 penduduk Israel dari golongan menengah dan atas, dibuang dari negerinya (Injil Raja-raja 14:15, 17:18; Raja-raja 17:5-6), serta penduduk dari bangsa lain justru dipindahkan ke negeri Israel, sehingga mau tak mau terjadilah asimilasi keturunan maupun kepercayaan mereka (Israil). Di kerajaan Selatanpun (Yehuda), pada tahun 586 M, diserbu oleh Raja Nebukadnezar dari Kerajaan Babylonia (wilayah Iraq-Iran saat ini), dan tempat-tempat ibadah orang Yahudi serta tabut berisi Taurat Musa pun hancur pula karenanya. Semua pejabat dan rakyatnya digiring ke Babylonia, kecuali yang sakit, miskin, dan cacat (Injil Raja-raja 25:1-21). Dan di negeri pembuangan inilah, terjadi kawin campur orang-orang Yahudi dengan penduduk setempatnya. Maka semakin terjadi pulalah asimilasi keturunan maupun kepercayaan, bahkan akhirnya banyak atau katakanlah hampir semua dari mereka tidak lagi mengerti bahasa ibunya sendiri. Lima puluh tahun kemudian, Kerajaan Babylonia pun melemah, dan pada tahun 539 SM dikalahkan oleh Raja Cyrus/Koresy/Alexander dari Kerajaan Persia. Sebagai catatan, sebagian sejarawan dunia dan kaum Muslim berkeyakinan, Raja inilah yang kiranya dimaksud sebagai ”Dzul-Qarnain/Al Qarnain” yang digambarkan di Al Qur’an Surat Al Kahfi, menilik bukti-bukti peninggalan sejarah, prasasti, catata-catatan tentangnya dan hukum-hukumnya yang berdasarkan ajaran Tauhid dan moral Tauhid/Islami. Raja Cyrus tersebut, kemudian mengijinkan bangsa Yahudi kembali ke Yerusalem. Maka pada sekitar tahun 397 SM, Nabiyullah Ezra (Nabi Tuhan yang bernama Uzair AS) memimpin eksodus sejumlah 1.800 orang Yahudi untuk kembali ke Yerusalem. Di masa ini pulalah, para Rabbi (pendeta Yahudi) dan para aristokrat Yahudi/Bani Israil melarang adanya kawin campur antara Yahudi dengan non-Yahudi, untuk menyelamatkan bangsa Yahudi/Bani Israil yang masih tersisa, dari dari semakin dalamnya pengaruh asimilasi suku, bahasa, kebudayaan, dan bahkan kepercayaan yang menyapu bersih bangsanya saat itu. Pada masa itu pulalah, Nabiyullah Ezra/Uzair merevisi dan menyusun kembali Kitab Ulangan, dan menambahkan empat kitab sejarah Israel di masa Musa AS (Kejadian, Keluaran, Imamat, dan Bilangan) yang kemudian hari disebut sebagai ”Taurat Musa”. Namun, karena ternyata sebagian besar bangsa Yahudi sudah tidak dapat berbahasa Ibrani lagi, maka Kitab yang kemudian disebut sebagai Taurat itu diterjemahkan oleh Ezra ke dalam Bahasa Aram (yang luas dipahami Yahudi/Bani Israil saat itu). Sayang sekali, kitab yang ditulis Ezra itu kemudian juga lenyap dibakar oleh tindakan Raja Syria lain, Anthiokus, pada tahun 170 SM. Tercatat, Raja Titus, Raja Romawi, juga berusaha melenyapkan tulisan-tulisan itu. Setelah masa itu, masih ditemukan salinan-salinan suci warisan lama dalam bahasa Ibrani dengan huruf Aram, dan pada sekitar tahun 250 SM, sisa naskah kuno itu diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani oleh Ptolomeus Philadelphi dari Alexandria yang kemudian disebut sebagai ”Septuaginta”. Naskah asli Septuaginta ini sendiri, kemudian juga hilang pada jaman Origenes Adamanthios. Jadi, pada akhirnya Kitab Taurat Musa yang asli telah kabur dimakan sejarah sejak abad VI SM, dan kitab yang ada saat ini adalah kumpulan terjemahan dari para penulis sejarah bangsa bani Israil. Tentang berbagai fakta sejarah termasuk penulisan sejarah bangsa Bani Israil, tak terelakkan juga berkembang menjadi apa yang kemudian disebut sebagai agama Kristen (Katolik-Protestan) dengan khazanah dunianya dan dengan segala tokoh-tokoh Bani Israilnya (misalnya, Nabiyullahh, Nabi Tuhan bernama Isa AS atau Yesus, semua murid langsungnya, dan Paulus/Saulus yang bukan muridnya). Dan yang menamakan agama ini sebagai `Kristen’ ternyata bukanlah pula Isa AS (atau biasa disebut pula sebagai Yesus Kristus, namun menarik pula untuk menelaah apakah sebenarnya Isa AS dan Yesus Kritus adalah orang yang sama kiranya?) atau bahkan Tuhan sendiri; melainkan adalah Barnabas dan Paulus (Saulus) di Antiokhia, justru sepeninggal Yesus (Injil Kis 11:23-26). Walaupun demikian, Yesus yang adalah seorang Rabbi (Guru Agama) Bani Israil/Yahudi dari keluarga sangat terpandang keturunan para Nabi (keluarga Imraan/Aali Imraan) dan samasekali tidak membawa ajaran baru hanya mengembalikan agama Bani Israil/Yahudi yang sudah melenceng (ditegaskannya di Injil Matius), tidak pernah diakui Bani Israil/Yahudi sebagai Nabi-Messiah mereka, atau bahkan Tuhannya, sampai sekarang, dan bahkan ternyata di tangan merekalah, bangsa Bani Israil-Yahudi, Yesus diserahkan ke Romawi untuk ‘disalibkan’. Apapun juga (kiranya karena dimurkai Tuhan Yang Maha Esa karena membunuhi banyak UtusanNya dan mengingkari perintahNya), setelah dijajah berbagai bangsa, dicampuri ras dan peradabannya, dan juga terusir itu; bangsa Bani Israil yang terasimilasi agama, budaya, dan rasnya; semakin mengembara ke berbagai penjuru dunia, terpaksa bercampur-baur dengan berbagai bangsa (terutama dengan bangsa Eropa), dan kemudian selama sekitar atau seusai Perang Dunia II Abad XX Masehi saat dibantai Hitler dalam Holocaust (Hitler menganggap mereka adalah bangsa yang mengkhianati, membunuh, menyalibkan Yesus, dan pada kenyataannya di Jerman pada masa itu menurutnya mereka sudah banyak ‘mencuri’ dari bangsa Jerman), hijrah dan berkembang beranak-pinak subur dan semakin berkuasa di Amerika Serikat, hingga kini. Dan herannya masih ingin menegakkan supremasi peradaban Israil mereka yang sebenarnya sudah tercampur-baur itu. Atau malahan, karena justru sudah tercampur-baur? Israel di masa Modern dan Pos-Modern Lahirnya negara Israel juga sedikit banyak berhubungan dengan kejadian-kejadian berbagai Deklarasi USA dan UK di bawah yang terjadi di jaman Modern (Abad XVII-XX Masehi) dan Pos-Modern (paruh akhir Abad XX Masehi sampai sekarang) ini (selain kaitan antropologis dan historis-agamis antara bangsa-bangsa ini): Blackstone Declaration 1891: ”Why not give Palestine back to the Jews again? According to God’s distributions of nations, it is their home, an inalienable possesion from which they were expelled by force … Now give Palestine back to the Jews?” (signed by 413 promenade American Political, business, and Religious Leaders, and presented by USA’s President Benjamin Harrison). Dan sejak Konferensi Zionis pertama di Basel pada tahun 1897 yang melahirkan organisasi Zionis di Inggris (Zionist Federation of Great Britain and Ireland) yang bertujuan untuk mendirikan negara Israel di Palestina yang saat itu berada di bawah protektorat Daulah Islamiyah Turki Usmaniyah (Turki Ottoman), Bani Israil (Yahudi) tak berhenti untuk berusaha mewujudkannya. Sementara itu, sejak berakhirnya Perang Dunia I dengan Jerman dan Turki Ottoman (Daulah Islamiyah Turki Usmaniyah) sebagai pihak yang kalah, Inggris dan Perancis keluar sebagai pemenang, dan Palestina yang tadinya wilayah Turki lalu berada di bawah lindungan (protektorat) Inggris. Deklarasi Balfour di Inggris pada 31 Oktober 1917 (saat itu Palestina dikuasai Inggris, setelah pemberontakan Arab dipimpin Sheik Bani Saud terhadap Turki dalam kekhalifahan Daulah Islamiyah Turki Usmaniyah yang didukung Inggris melalui agen rahasianya, Thomas Edward Lawrence/”Lawrence of Arabia”) secara formal menyatakan dukungan Inggris untuk mewujudkan negara Yahudi di wilayah Palestina. Disebut sebagai Deklarasi Balfour, karena berdasarkan surat dari Arthur James Balfour (Menteri Luar Negeri Inggris) kepada Lord Walter Rothschild pemimpin komunitas Yahudi Inggris saat itu yang berisikan dukungan Inggris terhadap pembentukan Zionis Federation. Pada masa Perang Dunia II, kaum Bani Israil-Yahudi di Eropa disingkirkan dari Jerman dan ’dibantai’ dalam Holocaust oleh pasukan Adolf Hitler dan Nazi Jerman, dan cukup banyak dari mereka menyelamatkan diri ke Amerika Serikat dan Inggris. Terlepas dari kontroversi mengenai benar-tidaknya Holocaust dan jumlah sesungguhnya yang meninggal, Hitler menganggap mereka adalah bangsa yang mengkhianati, membunuh, menyalibkan Yesus, dan pada kenyataannya di Jerman pada masa itu menurutnya mereka sudah banyak ‘mencuri’ dari bangsa Jerman. Dengan semangat “Deutsch uber alles” (bangsa Aria Jerman di atas semua bangsa lain), maka tentu saja menurutnya ‘parasit’ Yahudi ini harus dibersihkan. Pada tahun 1948, sesudah pasukan Sekutu dipimpin Amerika Serikat memenangkan Perang Dunia II terhadap Jerman (dan Italia serta Jepang) di tahun 1945, juga saat mandat Inggris berakhir di Palestina dan sebagai hasil deklarasi PBB, negara Israel resmi berdiri. Maklumat ini yang kemudian dianggap menganiaya rakyat Palestina, sangat ditentang dan lantas diperangi oleh 5 negara Arab di sekitarnya. Namun dengan bantuan persenjataan dan berbagai macam hal dari Amerika Serikat dan sekutunya, Israel berhasil memenangkan perang Arab-Israel itu secara telak, atau paling tidak mengimbanginya. Perang Arab-Israel yang kemudian disebut sebagai Perang Enam Hari di dekade berikutnya, menghasilkan hasil kekalahan dan kemenangan perang serta percaturan politik yang cukup berimbang antara Arab dan Israel, yang antara lain memaksa Mesir dan Israel menekan perjanjian damai Camp David, dimotori Presiden Jimmy Carter dari Amerika Serikat. Dalam rangkaian berbagai perang dahsyat ini, Israel dengan paham Zionismenya yang berkeinginan melanggengkan wilayah Palestina yang telah dicaploknya, didukung Inggris dan Amerika Serikat sejak akhir Perang Dunia II. Patut pula dicatat bahwa negara-negara yang dikenal sangat memusuhi Israel seperti Iraq (terutama di bawah rezim kontroversial Saddam Hussein), Syria, dan Iran, saat ini sedang dalam perang terbuka atau diplomatik yang serius dengan Amerika Serikat dan sekutunya yang dikenal sebagai negara-negara pendukung Israel. Indonesia sendiri sampai hari ini masih berpendirian untuk tidak mengakui dan memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Solidaritas negara-negara Arab di sekitarnya terhadap Palestina seperti dari pemerintah Suriah, Yordania, Arab Saudi, Iraq, Iran, dan Mesir dengan dibantu pasokan persenjataan dan teknologi militer Uni Soviet; mengakibatkan protes keras, bala bantuan dari negara-negara sekitar terhadap Palestina, dan juga bahkan kemudian rangkaian perang antara negara-negara Arab dan Israel yang menahun, bahkan melibatkan negara-negara beragama Islam lain selain bangsa Arab. Banyak negara-negara ini dulu berada dalam satu hubungan pemerintahan di bawah Kekalifahan Turki Usmaniyyah dan Bani Abbasiyah Baghdad, bahkan juga Kekhalifahan Islam Marwani, Bani Umayyah, Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, Umar bin Khatthab, Abu Bakar Siddiq, jauh di masa-masa sebelumnya tentunya. Israel sendiri selalu didukung penuh oleh Amerika Serikat dan bahkan dalam ”Perang Oktober” yang dimulai dengan serangan Mesir dan Suriah pada Hari Raya ”Yom Kippur” Yahudi 6 Oktober 1973 (Yahudi Israel terhitung kalah di sini), Israel mendapatkan dukungan dana 2,2 miliar dolar dari Konggres Amerika Serikat atas permintaan Presiden Nixon pada tanggal 19 Oktober 1973. Untuk membalas ini, satu hari kemudian di tanggal 20 Oktober 1973, dilakukan embargo total minyak bumi negara-negara Arab terhadap Amerika Serikat yang didahului penaikan tarif minyak bumi negara-negara Iran dan kelima negara teluk termasuk Arab Saudi sebesar 70% sejak 16 Oktober 1973; sampai diakhiri pada 18 Maret 1974. Namun belajar banyak dari kekalahan mereka saat kalah babak-belur diembargo tersebut, bermodal dengan apa ang disebut Corporatocracy (yang dibongkar agennya yang ‘bertobat’, John Perkins, dalam buku fenomenalnya “The Confessions Of An Economic Hit Man”, www.johnperkins.org ) atau Neo-Kolonialisme sistem kerajaan global hasil jaringan Corporation(s) perusahaan multinasional-transnasional-global, lembaga keuangan dunia, dengan Autocracy(ies) pemerintahan berbagai negara melalui kaki-tangannya (baik disadari mereka atau tidak) di berbagai ‘negara jajahan’ (termasuk Indonesia) yang dimulai segolongan AS terutama melalui bisnis energi, kekalahan tersebut dapat mereka balas. Dan ironisnya saat ini kita menemukan bangsa Arab dan mayoritas muslim di dunia, tak dapat banyak berbuat karena sudah menjadi sapi perahan Corporatocracy, berhutang kepada mereka, menyia-nyiakan karunia sumber daya alam dari Allah SWT, dan akhirnnya bertekuk lutut tak berdaya di depan mereka.

0 komentar:

Posting Komentar